Senin (28/9) pagi hingga siang terasa berbeda di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) karena diadakannya kegiatan penutupan Dies Natalis ke 69 di Auditorium Hardjono Danoesastro Fakultas Pertanian. Rangkaian acara puncak Dies Natalis Fakultas Pertanian meliputi laporan tahunan yang disampaikan oleh Dekan Fakultas Pertanian, Orasi dan Pidato serta sambutan Rektor UGM yang pada kesempatan ini diwakilkan karena berhalangan hadir dalam rangka inisiasi kerjasama antara Jurusan Perikanan dengan Universitas Tasmania sehingga harus melakukan penandatanganan kerjasama di Tasmania, Australia.
Laporan Tahunan: Prestasi Hingga Purna Tugas
Penyampaian laporan tahunan oleh dekan merupakan uraian pencapaian dan kendala yang dihadapi selama kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi, kemahasiswaan, sumberdaya manusia, sarana prasarana dan kegiatan pendukung yang telah dilaksanakan dari tahun 2014 hingga 2015. Salah satu prestasi yang berhasil dicapai mahasiswa selama satu tahun ini, yaitu Endri Geovani dan Abdul Malik yang mendapatkan Honor of invention dan Gold medals dari World Invention Property Association (WIPA) Taiwan. Selain mahasiswa, beberapa dosen Fakultas Pertanian juga memiliki kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu dengan menerbitkan buku. Beberapa diantaranya, buku Pengelolaan Lahan Rawa untuk Pertanian karya Prof. Dr. Ir. Azwar Ma’as M.Sc., Buku Ajar Perancangan Percobaan oleh Prof. Dr. Ir. Woerjono Mangoendidjojo, Pengantar Genetika Kuantitatif yang ditulis oleh Erlina Ambarwati, S.P., M.P. serta buku-buku lainnya.
Dari sisi sumberdaya manusia, pada tahun ini terdapat dua orang tenaga pendidik yang memasuki purna tugas, yaitu Ir. Sri Trisnowati, M.Sc. dan Ir. Toekijo, M.P.. Ada juga satu tenaga pendidik yang pensiun dini, yaitu Ir. Rohmanti Rabaniyah, S.U. karena alasan kesehatan. Ketiga tenaga pendidik tersebut berasal dari Jurusan Budidaya Pertanian.
Rangkaian acara lainnya adalah Pidato atau Orasi yang disampaikan oleh Prof. Dr. Ir. Y. Andi Trisyono, M.Sc. dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Implementasi Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) di Indonesia merupakan salah satu mandat yang tertuang dalam Inpres No. 3 tahun 1986. Andi Trisyono dalam pembukaan orasinya ia mengatakan merasa bangga dan tertantang untuk terus mengembangkan PHT karena kegiatan itu merupakan peristiwa sejarah perlindungan tanaman di Indonesia dan sampai diadopsi oleh berbagai negara lain. Kegiatan ini melibatkan semua dosen Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan dua “nahkoda” di kapal masing-masing yaitu Alm. Prof. Dr. Ir. Kasumbogo Untung, M.Sc. dan Alm. Prof. Dr. Ir. Eddy Mahrub, M.Sc. Jurusan lain maupun Pimpinan Fakultas berperan besar sehingga perkembangan dan pertumbuhan PHT ini berjalan dengan cepat.
Sejarah PHT
Awal lahirnya PHT ialah respon terhadap permasalahan penggunaan pestisida yang tidak sesuai dosis. Saat itu ada dua teknologi utama yaitu pestisida dan pengendalian hayati, namun hal itu dipandang saling berseberangan. Pandangan itulah yang menjadi awal bahwa kedua teknologi tersebut dapat saling menggantikan yang digantikan dengan konsep pengendalian terpadu. PHT tidak hanya menggabungkan dua teknologi itu, namun juga diikuti oleh teknologi lain hingga berbagai masalah muncul dan akhirnya menimbulkan pemikiran baru disebut Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) yang kita kenal saat ini.
Pada tahun 1989 ,PHT diadopsi oleh Indonesia melalui Program Nasional PHT. Program tersebut diakui sebagai kesuksesan ilmuwan yang tergabung di bawah FAO (1988) dalam menerapkan prinsip pengelolaan hama, bukan sekedar menyelesaikan masalah hama yang sering muncul. Pelaksanaan program ini mendapat tanggapan positif dari domestik maupun internasional, program Sekolah Lapangan PHT (SLPHT) mampu merubah pola pikir petani dalam kegiatan budidaya dan perlindungan tanaman mereka, bahkan alumni SLPHT banyak diantaranya beralih menjadi petani organik.
Seiring program PHT berjalan, Pemerintah Indonesia memberlakukan penghapusan subsidi pestisida yang diharapkan akan bersinergi dengan tujuan PHT sehingga penggunaan pestisida di Indonesia dapat menurun. Beda pula menurut Untung selaku audience, bahwasannya kebijakan pemerintah tentang PHT dan SLPHT belum mampu menurunkan penggunaan pestisida terutama bila dilihat dari jumlah dan jenis pestisida yang didaftarkan dan diijinkan.
PHT dan Pestisida di Indonesia
Nyatanya dalam kurun waktu 2007-2014 lebih dari 200.000 petani pangan telah mengikuti SLPHT, namun di lapangan masih banyak petani baik hasil pangan dan hortikultura menggunakan pestisida cenderung berlebihan. Menurut Winarto et al yang disampaikan Andi saat pidatonya, satu blok petani padi di Kabupaten Indramayu membelanjakan sejumlah 1,173 milyar rupiah untuk membeli pestisida selama dua musim tanam padi. Hal ini dapat menunjukkan SLPHT baru mencapai tahap peningkatan pengetahuan dan belum dapat mempengaruhi pola pikir petani.
Ada tiga alasan utama yang ditemukan di lapangan, yaitu pertama, sulit bagi petani untuk terus mengamati secara rutin tanamannya. Kedua, SLPHT yang dilakukan dalam satu musim perlu peningkatan intensifitas agar petani dapat yakin terhadap apa yang mereka amati. Ketiga, pestisida sangat mudah dicari dan didapatkan oleh petani, pestisida masih menjadi pilihan utama jika hal itu dapat dilakukan dengan cepat dan mudah (untuk melindungi tanaman). Ketiga masalah utama tersebut perlu adanya solusi atau alternatif baru dan tetap mengacu pada prinsip PHT agar dapat mengatasi masalah yang ada.
Strategi Pencapaian
Usaha untuk mewujudkan implementasi rancangan baru PHT di Indonesia antara lain pidato pengukuhan Guru Besar yang dilakukan tahun 2006 mengenai perlunya pengaturan pengelolaan pestisida yang baik dan melakukan studi tentang deltrametrin yang merupakan salah satu jenis insektisida. Perkuliahan PHT pada tingkat Pascasarjana untuk memperbaiki rancang bangun PHT dengan diskusi dan tanggapan mahasiswa dalam kuliah, membuat Policy Paper, yaitu dokumen yang berisi usulan tentang bagaimana seharusnya pengelolaan pestisida dan kelembagaan yang bertanggungjawab terhadap pestisida dan telah sampai di kantor sekretariat negara pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kemudian mengikuti FAO project sebagai National Consultant (NC). Seluruh rangkaian acara puncak Dies Natalis Fakultas Pertanian UGM ke-69 diakhiri dengan makan siang bersama di kantin Fakultas Pertanian yang baru selesai di renovasi.
Jito, Taza