Sidang dugaan tindak pidana korupsi oleh 4 Dosen Fakuktas Pertanian UGM di Pengadilan Tipikor Yogyakarta pada hari Selasa (5/5) dibuka kembali dengan agenda Pledooi atau pembelaan. Pledooi dilakukan atas tuntutan Penuntut Umum (PU) yang dibacakan pada Jumat (24/4) lalu. Penuntut Umum memberikan tuntutan kurungan 3 tahun dan denda Rp 150.000.000 untuk masing-masing terdakwa. Pledooi dilakukan 10 hari setelah tuntutan PU atas permintaan Penasehat Hukum (PH).
Berkas pledooi dibacakan oleh tim PH terdakwa dan berlangsung dengan cukup khidmat selama kurang lebih 6 jam. Sidang pledooi (pembelaan) ini dihadiri oleh dosen dan karyawan serta mahasiswa Fakultas Pertanian UGM. Berkas pledooi dengan tebal 204 halaman tersebut berisi tanggapan terdakwa dari sidang-sidang sebelumnya termasuk saksi-saksi dan peryataan PU. Garis besar pembelaan yang disoroti oleh PH terdakwa Agustinus Hutajulu, Dwi Wahyu Prapto Wibowo, Aryo Saloko, dan Suwardi diantaranya terdapat dalam empat poin. Poin pertama, Berita Acara Penyitaan yang tidak ditanda tangani karena saat penyitaan (02 April 2014) tidak ditunjukkan Berita Acara Penyitaan tersebut, baru 7 bulan setelahnya (13 Oktober 2014) dikeluarkan izin penyitaan oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta. Hal tersebut menurut PH Agustinus Hutajulu cacat hukum karena tidak sesuai dengan Pasal 38 KUHAP yang berbunyi ayat 1) “Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat”, ayat 2) “Dalam keadaan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, tanpa mengurangi ketentuan ayat 1) penyidik dapat melakukan penyitaan hanya atas benda bergerak dan untuk itu wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya”.
Ruang Sidang TIPIKOR terasa sesak karena banyak mahasiswa yang turut datang ke persidangan (5/5).
Poin kedua pembelaan, Kuasa hukum terdakwa yang mendampingi sebelum, saat, dan sesudah pemeriksaan terdakwa belum memenuhi persyaratan sebagai advokat sampai tanggal 28 April 2015 sesuai UU nomor 18 tahun 2003. Informasi tersebut diperoleh PH dari Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI). Sehingga menurut PH penyidikan yang dillakukan terhadap para terdakwa tidak sah dan menyalahi ketentuan Pasal 51 sampai Pasal 56 KUHAP.
Poin ketiga, Buku Papriksaan yang diajukan penyidik sebagai bukti tidak ada tanda tangan dan cap sebagai tanda pengesahan dari lurah dan carik setempat, sehingga menurut PH tidak sah sebagaimana dijelaskan oleh ahli Prof. Nurhasan Ismail, SH. Bahwa peralihan hak tanah yang tidak sesuai dengan Perda nomor 5 tahun 1954 dan nomor 11 tahun 1954 adalah batal demi hukum. Selian itu di dalam buku Papriksaan tertulis bulan September tahun 1963 Ir. Sutadi membeli lahan di Banguntapan dan mengatasnamakan Fakultas Pertanian dan Kehutanan, padahal tanggal 17 Agustus 1963 Fakultas Kehutanan sudah berdiri sendiri. Kemudian pada tahun 1964 Ir. Sudarsono menukar tanah tersebut atas nama Fakultas Pertanian dan Perkebunan, PH menyatakan sampai saat ini belum pernah ada Fakultas Pertanian dan Perkebunan di UGM.
Poin keempat pembelaan, tiga blanko formulir yang di ajukan sebagai bukti berdasarkan keterangan Drs. Suratman dari Sekretaris Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset Universitas Gadjah Mada tidak terdapat tulisan, tanda tangan maupun cap. Blangko formulir tesebut digunakan sebagai dasar untuk permohonan pensertifikatan ke BPN Bantul. Namun setelah keluar surat ukur dari BPN, ditemukan peta persil yang dikeluarkan oleh agraria tahun 1982 dan setelah dicocokkan dengan dokumen-dokumen termasuk 3 blanko formulir tersebut salah. Sehingga dalam pertemuan antara pihak Universitas Gadjah Mada dan Yayasan Pembina Fakultas Pertanian ditetapkan bahwa tanah tersebut milik Yayasan Pembina Fakkultas Pertanian UGM dengan dikeluarkannya pernyataan dari Rektor UGM yang menyatakan bahwa tanah Banguntapan milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM. Keterangan saksi Drs. Suratman di BAP yang menyatakan bahwa dokumen tersebut adalah dokumen asli dicabut karena saksi menyatakan bahwa yang membuat pernyataan di BAP adalah Jaksa Penyidik dan saksi hanya disuruh tanda tangan.
Agustinus Hutajulu menyatakan bahwa penyidik pernah mengatakan bahwa memang para terdakwa tidak sedikitpun menikmati hasil uang tersebut. Agustinus Hutajulu mengatakan, “sampai sekarang masih bias apa sih dasar mereka mengangkat perkara ini dan bukan hanya dasar yang ditanyakan, maksudnya apa?”. “Ada suara-suara penyidik mengatakan kalau kita (penyidik-red) bisa membongkar korupsi di UGM yang merupakan Universitas terkemuka kita (penyidik-red) akan mendapat promosi”, ujar Agustinus Hutajulu.
Dukungan Mahasiswa, Dari Doa Bersama Hingga Mawar Merah
Aliansi Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM pada hari sidang datang ke Pengadilan TIPIKOR Yogyakarta sejak pukul 13.00 dimana sidang dijadwalkan akan dimulai dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa. Mahasiswa yang memakai pakaian serba putih dan membawa mawar merah menunjukkan aksi nyatanya dalam mendukung para terdakwa yang merupakan orang tua mereka di kampus. Sebelumnya pada Senin (4/5) petang mulai pukul 18.00 WIB, mereka menggelar doa bersama di Selasar Gedung A1 Fakultas Pertanian UGM untuk mendoakan para terdakwa supaya kebenaran dapat diungkapkan dan keputusan Majelis Hakim bisa sesuai harapan, yakni berpihak pada kebenaran.
Saat sidang berlangsung, ruang persidangan sangat penuh dengan mahasiswa hingga membludak keluar ruangan. Para mahasiswa ini datang dengan berboncengan dengan motor atas inisiatif mereka sendiri. Ketika sidang sedang ditunda sejenak untuk memberi waktu untuk sholat ashar sekaligus sholat magrib sekitar pukul 16.30 WIB, para mahasiswa Fakultas Pertanian yang hadir ke lokasi persidangan berdiri berjajar di halaman gedung pengadilan dan menyanyikan Hymne Gadjah Mada dengan lantang sembari memegang beberapa tulisan dukungan untuk para dosen. Beberapa mahasiswa membawa tulisan yang berbunyi “Mereka Fasilitator Bukan Koruptor”, “Guru Besar Berjiwa Besar” dan lain-lain. Setelah selesai mengumandangkan Hymne, para mahasiswa menyerahkan bunga mawar merah kepada para terdakwa. Dari sini terlihat bahwa masih ada mahasiswa yang mendukung. (EZH/IKR)
Mahasiswa Fakultas Pertanian UGM menyanyikan Hymne Gadjah Mada di halaman gedung TIPIKOR sembari membawa tulisan dukungan dan mawar merah (5/5).