“Tidak hanya mengenalkan budaya Patehan tetapi juga mengedukasi kepada masyarakat agar tahu berbagai jenis teh dari seluruh penjuru Indonesia” Dr. Ir. Ngadiman, M.Si. selaku Direktur Produksi dan Komersial PT Pagilaran.
Sabtu (13/12) merupakan hari kedua Jogja Tea Party diisi dengan serangkaian acara yang menarik, setelah hari sebelumnya diadakan opening ceremony yang dikemas dengan nuansa budaya Yogyakarta berupa ritual Patehan sebagai akar budaya teh Yogyakarta. Suasana hari kedua cukup ramai karena acara inti ada di hari ini seperti lomba kuliner dan Green Tea Competition. Jogja Tea Party diadakan di Museum Benteng Vredeburg selama 3 hari, dari tanggal 12 hingga 14 Desember 2014. Jogja Tea Party adalah sebuah rangkaian acara yang diadakan PT. Pagilaran dalam rangka memeriahkan hari jadinya yang ke-50. PT Pagilaran yang bergerak dibidang perkebunan terutam perkebunan teh ternyata begitu peduli dalam mengedukasi masyarakat melalui event seperti ini.
Pameran Teh, Ajang Edukasi Untuk Masyarakat
Tidak hanya perlombaan saja di Jogja Tea Party, namun juga diadakan pameran teh dengan berbagai jenis olahan dan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Salah satu peserta pameran dalam Jogja Tea Party, Supriyatna berpendapat bahwa dengan diadakannya acara ini dapat menjadikan ajang untuk mngembangkan budaya minum teh. Menurutnya masyarakat Yogyakarta belum begitu tertarik pada teh dan animo masyarakat terhadap pemeran teh seperti ini dinilai masih kurang. Berbeda di daerah asalnya yaitu Bandung, disana sudah banyak penikmat teh dari kalangan muda sampai tua. Supriyatna sendiri membawa produk teh asal Bandung yang bernama KBP Cakra. Supriyatna berharap penjualan teh semakin baik walaupun persaingannya lebih ketat , terlebih sebentar lagi akan adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sehingga produk-produk local harus secepatnya memiliki standar atau sertifikat produknya agar dapat diterima di pasar internasional.
Salah satu Stand Pameran di Jogja Tea Party.
Lomba yang paling banyak menyita waktu serta perhatian adalah Green Tea Competition. Green Tea Competition merupakan kompetisi kualitas teh yang diolah dengan carapanfire serta hanya untuk jenis teh hijau. Kompetisi diikuti oleh 13 peserta dari berbagai perusahaan, lembaga maupun masyarakat umum. Penguji atau juri ada 3 orang yang pertama Mustofa Syariffudin Fattah dari PT Cakra Bandung, penguji kedua Lee dari Singapore dan yang penguji ketiga Vlademeer dari Rusia yang merupakan penguji teh tingkat dunia. Setelah dilakukan pengujian kurang lebih 45 menit masing-masing juri memberikan komentar secara umum saja. Menurut salah satu juri yaitu Mustofa, secra keseluruhan kualitas teh sudah cukup baik. Teknik pengolahannya pun sama yaitu menggunakan panfire. Namun, ada peserta yang mungkin ingin memenangkan kompetisi ini sehingga dalam pengolahannya ada yang mencampurkan teh dengan bahan lain agar aroma serta warna teh lebih bagus. Ada juga yang membuang tulang daunnya padahal jika dilihat dari jenis pengolahannya seharusnya memiliki lebih banyak tulang daun. Terlepas dari itu semua, kompetisi ini sangat bermanfaat sekali karena dapat memberi wawasan baru bagi stakeholder teh tentang bagaimana penanganan pasca panen serta pengolahannya menjadi produk. Nanang peserta yang ikut dalam Green Tea Competition mengutarakan bahwa acara ini memberi banyak sekali manfaat terutama untuk menghadapi AEC dan Nanang juga sangat yakin Indonesia mampu bersaing dalam penyedia teh.
Mustofa, salah satu Penguji Green Tea Competition
Tak Hanya Peningkatan Produksi, Keberadaan Teh juga Butuh Lestari
Selain itu, di Auditorium Fakultas Pertanian juga diadakan Seminar Nasional yang digagas oleh PT. Pagilaran yang merupakan serangkaian acara Jogja Tea Party. Acara ini dimulai sekitar pukul 09.30 WIB molor setengah jam dari waktu yang ditentukan sebelumnya. Semnas ini mengangkat tema “Menuju Teh Indonesia yang kuat dan Berkelanjutan”. Peserta Seminar Nasional ini berasal dari berbagai macam instansi diantaranya Dewan teh Indonesia, Asosiasi Teh Indonesia, P2HP, Kemenkominfo, master tea dari beberapa Negara, dan tidak lupa petani perkebunan teh rakyat yang ada di beberapa wilayah. Produsen teh juga ada yang hadir dalam acara ini.
Suasana Seminar Nasional salah satu rangkaian acara Jogja Tea Party, di Auditorium Fakultas Pertanian.
Seminar Nasional ini resmi dibuka oleh Dekan Fakultas Pertanian, Dr. Jamhari, SP. MP. yang mewakili rektor UGM pada pukul 10.16 WIB. Sebelumnya telah ada sambutan dari Dewan Teh Indonesia Rahmad Badrudi. Acara Seminar Nasional dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama dimulai dengan dipandu oleh moderator Atik Darmadi selaku Sekretaris Eksekutif ATI. Pembicara pada sesi pertama adalah Abdul Aziz dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Sugeng Budiraharjo yang merupakan Dirut Pemasaran dan Pengembangan PTPN 12, dan Dede Kusdiman, Ketua Umum ATI.
Sesi ini mengangkat permasalahan makro dan mikro yang dialami perkebunan teh Indonesia saat ini. Menurut Abdul Aziz dari kementrian pertanian, komoditas teh merupakan salah satu dari komoditas 59 komoditi Binaan Dirjen Perkebunan dan satu dari 107 keseluruhan komoditi perkebunan yang ada di Indonesia. Indonesia pada tahun 2014 menempati urutan ke-7 sebagai Negara peng-ekspor teh di dunia. Posisi ini terancam akan terus digeser jika penanganan yang serius terhadap keadaan per-teh-an Indonesia tidak segera dilakukan. Indonesia saat ini menyumbang 145.400 ton atau 3% dari kebutuhan teh dunia yaitu 4,9 juta ton.
Sugeng Budhi Raharjo yang merupakan Dirut Pemasaran dan Pengembangan PTPN 12 lebih banyak berbicara mengenai keadaan PTPN 12 saat ini yang terus mengembangkan hasil panen teh menjadi produk yang lebih baik. Inovasi terus dilakukan seperti pembuatan agrowisata di perkebunan teh, dan pembuatan Café yang menyajikan teh dan kopi berkualitas tinggi. Yang menarik dari pembahasan pembicara kedua adalah adanya trend yang menaik atau surplus dalam keuntungan yang diperoleh PTPN 12. Karena biasanya PTPN selalu menyampaikan bahwa keadaan perusahaan selalu mengalami penurunan bahkan kerugian.
Sedangkan menurut Dede Kusdiman, keadaan teh saat ini cukup menghawatirkan. Tercatat areal lahan untuk teh pada tahun 2004 dari 142.548 ha menjadi 11.545 ha pada tahun 2013. Penurunan produksi juga terus terjadi namun disisi lain intensifikasi lahan dan pengembangan riset membuat jumlah produktivitas teh naik dari 1403 kh/ha pada tahun 2004 menjadi 1.475 kg/ha pada tahun 2013. Penurunan jumlah lahan terjadi paling besar persentasenya pada perkebunan inti rakyat karena banyak petani yang memilih mengalihfungsikan lahannya untuk komoditas lain atau untuk keperluan lainnya. Saat ini perkebunan inti rakyat jumlahnya 46,03% dari total perkebunan teh yang ada di Indonesia. Disi lain, meskipun perkebunan rakyat paling luas, namun produktivitasnya sangat rendah dan jumlah produksinya hanya 31% dari jumlah produksi teh nasional.
Menurut Dede Kusdiman, prinsip dasar yang harus dikembangkan agar industri teh dapat berkelanjutan dan lestari ada tiga yaitu secara ekonomi menguntungkan, secara lingkungan melestarikan dan secara sosial dapat diterima. Ini merupakan syarat mutlak agar industri teh yang lestari dapat berjalan seimbang. Keseimbangan ketiga aspek tersebut akan saling memberikan manfaat tidak hanya bagi pengusaha namun juga alam dan lingkungan sosial yang ada.
Sesi diskusi yang berlangsung sekitar satu jam memberi kesempatan peserta seminar untuk menyampaikan pertanyaan dan tanggapannya. Yang menarik adalah petani bernama Prayitno dari Banjarnegara yang mengeluhkan minimnya perhatian pemerintah bagi PIR khususnya petani yang ada di Jawa Tengah. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Abdul Aziz. Ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah masih terpusat kepada pembenahan PIR yang ada di Jawa Barat karena tidak dapat dipungkiri bahwa luas areal perkebunan teh terbesar di Indonesia berada di Jawa Barat dengan luas areal 78% dari seluruh areal yang ada di Indonesia.
Selain itu, sesi diskusi tersebut juga membahas tentang derasnya impor yang terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini terus terjadi karena tidak ada syarat apapun bagi barang impor yang akan masuk ke Indonesia. Sedangkan produk Indonesia sangat sulit untuk di ekspor karena harus melewati banyak pengujian. Hal ini mendorong komitmen dari Instansi yang terkait dengan Industri per-teh-an Indonesia untuk mempertegas Undang-undang perlindungan konsumen minimal dengan pengujian produk the impor mengenai minimum residu kimia yang terkandung dalam produk tersebut.
Jogja Tea Party Hari Ketiga : Jalan Sehat dan Coklat Teh
Rangkaian Jogja Tea Party dalam rangka ulang tahun PT. Pagilaran ke-50 pada Minggu (14/12) masih berlangsung dengan agenda Jalan Sehat di pagi hari. Jalan sehat tersebut diikuti sekitar 200 pejabat dan karyawan PT. Pagilaran beserta keluarga. Peserta yang memakai kaos hijau cerah terlihat begitu terhibur ketika hiburan musik disuguhkan seusai jalan sehat di pelataran dalam Benteng Vredeburg, benteng peninggalan zaman penjajahan Belanda yang kini jadi museum.
Seusai jalan sehat, nomor peserta diundi untuk menentukan peserta beruntung yang akan mendapatkan hadiah. Prof. Dr. Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc. selaku ketua panitia Jogja Tea Party menyatakan bahwa jalan sehat ini salah satunya bertujuan untuk mengakrabkan staf PT. Pagilaran yang sebagiannya juga karyawan atau dosen di Fakultas Pertanian UGM. Dosen Jurusan HPT yang biasa disapa Ipik ini juga terlihat begitu santai dan menikmati kebersamaan tersebut di pagi yang cerah itu. Dr. Rudi Hari Murti, S.P., M.P. yang pagi itu juga menjadi peserta jalan sehat ketika ditemui mengungkapkan bahwa acara Jogja Tea Party sangat baik karena mangenalkan berbagai jenis teh yang sebenarnya punya kegunaan yang luas. “Selama ini kan masyarakat hanya menganggap teh sebagai salah satu minuman saja, padahal teh itu banyak sekali khasiatnya untuk kesehatan. Dari acara ini masyarakat bisa mengenal teh yang tidak cuma sebagai minuman”, ujarnya.
Dari stand-stand yang ada, Primordia menemukan satu stand yang menawarkan produk teh olahan dalam bentuk coklat rasa teh dengan berbagai pilihan kadar teh di dalam coklatnya. Tidak hanya itu, stand yang produsennya berasal dari Kota Bandung ini juga menawarkan rice crackers rasa teh hijau, coklat rasa kopi dan bubuk teh untuk campuran bahan makanan olahan seperti kue dan eskrim. Selain stand coklat teh ini, berdiri stand lain yang menawarkan produk dari teh yang tak kalah menarik.
Acara closing yang seharusnya dijadwalkan pukul 20.00 WIB ini dimajukan karena adanya pemadatan jadwal. Sehingga saat Primordia datang ke lokasi pada pukul 20.00 WIB, sebagian panitia sudha meninggalkan lokasi beserta properti acara. Arif, salah satu panitia yang berhasil ditemui mengaku, kendala terberat dalam menyelenggarakan acara ini adalah hujan. Selain hujan yang turun berkala, kendala lain hanya berupa kendala teknis sehingga tidak begitu berat bagi dirinya dan teman-teman panitia lain. Arif juga mengatakan bahwa ada kemungkinan akan diadakan acara serupa tahun depan.
Reporter : Diyanah, Jito, Fikzi, Renata, Rina, dan Muna. Fotografer : Jito, Risma. Editor : Ai, Ima.