2 Mei selalu diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tahun ini, Universitas Gadjah Mada (UGM) mempunyai caranya sendiri untuk merayakan Hari Pendidikan Nasional tersebut. Seruan Aksi mahasiswa UGM yang telah dilakukan sejak beberapa hari sebelumnya akhirnya terlaksana pada hari Senin bertepatan dengan peringatan Hardiknas. Mahasiswa UGM bersatu melakukan aksi protes yang ditujukan kepada rektor serta jajarannya di Gedung Rektorat UGM.
Aksi ini diikuti ribuan mahasiswa dari berbagai fakultas yang ada di UGM. Selain mahasiswa, dalam massa aksi turut bergabung Tenaga Pendidikan (Tendik) dan pedagang di kantin FIB. Dalam aksinya, massa mengajukan beberapa tuntutan. Tiga tuntutan diantaranya adalah mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT), pembayaran tunjangan kinerja (tukin), dan pembatalan relokasi kantin FIB (Bonbin).
Mahasiswa Tumpah Ruah di Rektorat
Aksi diawali dengan pengumpulan massa dari masing-masing fakultas. Kemudian, dilakukan “penjemputan” dari satu fakultas ke fakultas lain untuk masing-masing kluster. Kluster yang telah berkumpul kemudian bergerak menuju gedung rektorat melalui sisi timur gedung rektorat diiringi yel-yel semangat yang dilantangkan. Gerakan sempat tertahan karena tengah berlangsung acara peringatan Hardiknas di dalam gedung rektorat sampai akhirnya negosiasi bersama dengan perwakilan aliansi mahasiswa berhasil dilakukan dengan pihak rektorat.
Pukul 10.27, ribuan mahasiswa sampai di depan gedung rektorat. Setibanya di sana, mahasiswa meminta rektor UGM, Dwikorita Karnawati, keluar menemui peserta aksi. Segala macam bentuk mediasi telah ditempuh, tetapi ia tetap menolak dan mengajak mahasiswa duduk serta berdiskusi bersama di dalam gedung. Hingga pada pukul 12.15, dicapai beberapa kesepakatan antara rektorat yang diwakili Iwan Dwiprahasto, selaku Wakil Rektor dengan perwakilan aliansi mahasiswa. “Saya sudah bernegosiasi dan Ibu Rektor akan keluar menemui kalian dengan 3 kondisi yaitu pertama, rektor akan menyampaikan tuntutan tentang Tukin; Bonbin dan UKT, kedua, rektor akan menjawab 3 pertanyaan terkait hal tersebut dan ketiga apabila masih ada hal yang ingin didiskusikan, maka perwakilan mahasiswa akan berdiskusi bersama rektor di dalam ruangan,” jelas Iwan Prahasto. Akan tetapi, aliansi mahasiswa secara keseluruhan menolak pernyataan tersebut sehingga tidak ditemui kesepakatan.
Mediasi terus berlangsung agar Dwikorita Karnawati segera menemui aliansi mahasiswa. Berbagai alasan dilontarkan oleh pihak rektorat untuk tidak perlu menemui seluruh massa aksi. “Tidak akan bisa diskusi kalau rame-rame, perwakilan saja beberapa orang diskusi di dalam,” papar Dwikorita. Namun. massa aksi tetap bersikeras untuk bertatap muka dengan rektor. Oleh karena itu, salah seorang mediator terus mengupayakan adanya pertemuan antara rektor dan seluruh aliansi massa, bukan hanya perwakilan. Akan tetapi, belum selesai kesepakatan dengan perwakilan mahasiswa, pukul 12.40 pihak rektorat meminta izin beribadah dan istirahat hingga pukul 16.00 WIB. Negosiasi pun terhenti tanpa ada kesepakatan.
(Akhirnya) Dwikorita Muncul di Depan Aliansi Mahasiswa
Pukul 15.00 WIB, Dwikorita meluluh dan setuju untuk keluar dan memberikan beberapa pernyataan terkait tuntutan. Di tengah-tengah waktu pemaparan, aliansi massa yang sudah terlalu “muak” dengan omongan rektorat membuat kerusuhan. Hal tersebut berdampak dengan kembali masuknya Dwikorita dan jajaran rektorat ke dalam gedung. Keributan tidak dapat terelakan, mahasiswa kemudian menerobos masuk ke dalam gedung untuk mengejar Dwikorita. Atas kejadian tersebut, Wening Udasmoro selaku Wakil Dekan FIB menyampaikan permintaan maaf akibat menginterupsi pernyataan rektor yang menyulut amarah massa. “Sampaikan permintaan maaf saya, saya yang salah tentang interupsi tadi,” akunya dengan penuh tanggung jawab.
Setelah dilakukan negosiasi kembali, Dwikorita setuju untuk keluar dengan syarat aliansi mahasiswa harus tenang mendengarkan pernyataan rektor terkait tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut. Sebelumnya, diadakan pembacaan tuntutan oleh perwakilan dari aliansi massa, termasuk oleh Presiden Mahasiswa Ali Zaenal. Pemandangan unik terjadi dalam pertemuan tersebut, Dwikorita duduk di tangga bersama jajarannya dan seluruh mahasiswa yang ikut aksi dengan suasana yang cukup kondusif, mampu menjaga ketenangan selama proses pertemuan berlangsung.
Sore itu, pukul 18.30 di penghujung pertemuan dengan rektorat, Ali menyebutkan kesimpulan dari kesepakatan yang telah dibuat antara rektorat dengan aliansi mahasiswa.
“Tidak ada kenaikan UKT untuk 2016, tidak ada uang pangkal untuk mahasiswa UM dan selain itu ada pembuatan mekanisme penurunan dan penundaan pembayaran UKT. Dalam penentuan UKT akan ada pertimbangan untuk tanggungan keluarga, serta tidak berlaku UKT untuk mahasiswa S1 semester 8 dan Sekolah Vokasi (SV) semester 6. Rektorat akan membentuk tim khusus dan mahasiswa akan dilibatkan dalam pembuatan SOP tersebut,” penjelasan Ali mengenai kesimpulan audiensi dengan pihak rektorat. Massa juga menuntut kepastian hasil pada tanggal 16 Mei 2016 dan telah disepakati.
Penyelesaian untuk massalah tukin yang ditawarkan adalah mengusahakan revisi peraturan pemerintah mengenai tukin melalui negosiasi UGM dan PTNBH lainnya dengan pemerintah. Solusi yang ditawarkan adalah dengan pemberian insentif sebagai pengganti tukin. Insentif ini diberikan berdasarkan capaian kerja para tendik.
Selain itu, penyelesaian masalah Bonbin yang ditawarkan oleh rektorat adalah untuk adanya relokasi kantin bonbin yang akan disosialisasikan pada tanggal 16 Mei 2016. Hal tersebut akan dibicarakan dengan dekanat seluruh Fakultas Sosio-Humaniora. Perkembangan terkait masalah tersebut akan diputuskan pada tanggal 30 Mei 2016. Selama menunggu keputusan, pedagang tetap memiliki hak untuk berjualan.
Aksi diakhiri dengan permintaan closing statement dari Ali Zaenal untuk ibu rektor mengenai pernyataan “Simulasi Aksi” seperti yang diungkapkan melalui stasiun radio malam sebelumnya. Akan tetapi, Dwikorita terkesan menghindar untuk menjawab terkait masalah tersebut dan hanya menjawab singkat. “Terima kasih sekali telah bersabar dan sekarang selamat beristirahat. Matur nuwun,” Dwikorita dalam pernyataannya menutup aksi semalam. Kemudian, ia keluar dari kepungan aliansi mahasiswa menuju sisi barat gedung rektorat untuk bergegas pulang, namun seakan tidak puas, mahasiswa mengejar rektor UGM tersebut untuk meminta kejelasan statement tentang pernyataan simulasi aksi itu.
Mungkin UGMku memang sedang sakit. UGMku mungkin memang sedang butuh perhatian kita semua. Selalu ada obat untuk penyakit apapun itu. Segala upaya akan ditempuh untuk kesembuhan UGMku. Tidak akan ada kampus yang hebat tanpa hubungan yang sinergis antara mahasiswa dan komponen lainnya. Buka mata, buka telinga, peka terhadap apa yang ada di depan sana. Perjuanganmu belum selesai mahasiswaku, UGMmu butuh ribuan tangan untuk mengembalikan “kesehatannya”. Lekas sembuh UGMku, kami merindukan kejayaanmu.
Reporter: Dzakira, Fikzi, Jito, Fantria, Mufli, Anas, Thesa, Iza
Fotografer: Jito