Minggu (24/4), komunitas Muda Menginspirasi (Mumi) bersama IAAS mengadakan acara “ATLAS (Asik Tanpa Plastik)” dalam rangka memperingati Hari Bumi yang jatuh pada tanggal 22 April 2016. Acara tersebut di dalamnya terdapat rangkaian acara sepeda gembira dan talkshow. Sepeda gembira diadakan pada pagi hari dengan rute dari Gelanggang UGM – Benteng Vredeburg – Pasar Beringharjo – kembali lagi ke Benteng Vredeburg – lalu kembali ke Gelanggang UGM. Tidak sekedar bersepeda santai saja, para peserta juga dibekali totebag untuk dibagikan secara gratis kepada para pembeli di Pasar Beringharjo yang sedang membawa kantong plastik, kemudian ditukarkan dengan totebag tersebut. Sembari membagikan totebag, para peserta memberikan sedikit edukasi kepada para pembeli mengenai apa itu Hari Bumi dan pentingnya diet plastik. Masyarakat yang mengetahui adanya pembagian totebag gratis menjadi sangat antusias untuk mendapatkan totebag tersebut.
Puncak acara yaitu talkshow dengan tema “Pengelolaan Sampah Plastik Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020” dilaksanakan di PKM Center UGM pada hari yang sama pukul 13.30 WIB. Talkshow ini menghadirkan dua pembicara, yaitu Lathifah Al Hakimi (Kimi) selaku Sekertaris Jendral YFCC (Youth For Climate Change) Indonesia 2016/2017 dan Reno Adhi Yuwono (Reno) selaku perwakilan dari HiLo Green Community Jogja. Secara garis besar, talkshow ini membicarakan mengenai permasalahan penggunaan plastik, dampak penggunaan plastik dan solusi yang ditawarkan. Tidak lupa, pembicara juga mengajak para hadirin untuk mengurangi penggunaan plastic serta membawa sendiri totebag dan tumbler sebagai bentuk dukungan pengurangan sampah plastik.
Tingginya penggunaan plastik memicu perubahan iklim dengan pembakaran sampah yang semakin massive. Selain itu, sampah plastik yang terurai sangat lama akan mencemari lingkungan, mengakibatkan banjir sehingga membahayakan kehidupan makhluk hidup. Diketahui pada tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai pengguna sampah plastik terbanyak dan diprediksi hingga tahun 2025 masih menempati posisi kedua. Berdasarkan pemaparan Reno, berbanding terbalik dengan Indonesia, negara Swiss justru kekurangan sampah dan membutuhkan pasokan sampah untuk diolah menjadi sumber energi.
Banyaknya sampah plastik di Indonesia tidak seimbang dengan pengendalian atau daur ulang plastiknya. Daur ulang plastik di Indonesia masih berkualitas rendah, bahkan belum bisa digunakan untuk konstruksi. Sampah plastik yang ada diharapkan dapat diolah menjadi bahan konstruksi untuk membangun rumah. Selain itu, sampah plastik dapat pula diolah menjadi lapisan untuk bawah aspal agar konstruksi jalan lebih stabil. Apabila hal ini dapat terwujud, jumlah sampah plastik dapat ditekan dan mampu meningkatkan nilai ekonominya.
Kantong Plastik Tidak Gratis: Siap atau Tidak?
Solusi dari permasalahan yang timbul dari sampah plastik salah satunya yaitu dapat dimulai dari individu. Setiap orang dapat mengubah gaya hidupnya dengan membiasakan diri untuk menggunakan tumbler sebagai pengganti botol plastik dan penggunaan reusable bag sebagai pengganti kantong plastik. Dari pemerintah sendiri, sejak tanggal 21 Februari sudah menetapkan kebijakan adanya kantong plastik tidak gratis di berbagai pusat perbelanjaan. Pembeli akan dikenakan biaya sebesar Rp200,00 per kantong plastik untuk wilayah Yogyakarta. Adanya kantong plastik tidak gratis ini diharapkan mampu mengurangi penggunaan plastik sehingga masyarakat mau menggunakan reusable bag.
Harapan pemerintah tersebut hanya akan tetap menjadi harapan ketika masyarakat sendiri belum mau beralih dari plastik. Harga kantong plastik tidak gratis yang ditetapkan tersebut dirasa belum memberikan efek jera kepada para pembeli. Hal tersebut dibuktikan dengan hasil survey yang dilakukan oleh komunits YFCC dimana kurang lebih 40% masyarakat mengaku menggunakan plastik lebih praktis karena terkadang pembeli lupa untuk membawa reusable bag dan kapasitas reusable bag tidak mencukupi untuk membawa belanjaan dalam jumlah banyak Bahkan, 4% koresponden tidak peduli dengan kebijakan tersebut dan akan tetap menggunakan kantong plastik meski tidak gratis.
Dian Yunita W, selaku moderator talkshow, memaparkan adanya penerapan plastik tidak gratis menimbulkan kontradiksi dari pihak pengacara yang menentang hal tersebut karena dinilai melanggar pasal 612 KUHP mengenai hak pembeli untuk mendapatkan barang tersebut secara gratis. Menurut Kimi, hal tersebut harus dilihat dari banyaknya dampak positif atau negatif yang ditimbulkan. “Lebih baik kedua pihak antara pemerintah dan pengacara bertemu unuk mendiskusikan dan merevisi kembali pasal tersebut,” jelas Kimi.
Menurut Reno, khususnya di Yogyakarta, sudah banyak masyarakat yang memberdayakan limbah plastik menjadi barang dengan nilai ekonomi tinggi, seperti yang dilakukan di Desa Badran dan Desa Gema Berseri. Warga Desa Gema Berseri mengolah sampah plastik menjadi barang yang berguna, seperti aneka ragam tas, dompet, bross, mainan dan lain-lain. Pengolahan sampah-sampah plastik tersebut dilakukan oleh seluruh warga di desa tersebut dan mampu menghasilkan nilai ekonomis yang cukup untuk masyarakt sekitar.
Sebagai anak muda yang bergerak pada komunitas peduli lingkungan, Kimi berpesan agar anak muda lainnya dapat mengurangi sampah dengan cara yang lebih kreatif, inovatif, cerdas dan tepat sehingga dapat memajukan perekonomian dan perbaikan lingkungan dunia. Tidak jauh berbeda dengan Kimi, Masbukhin, salah satu peserta talkshow, mengharapkan kelak Indonesia bisa menjadi seperti Swiss dalam pengelolaan sampahnya agar bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi.
Reporter: Ayu, Mayang
Fotografer: Mayang