Minggu (20/3), mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan acara Gelegar Mahasiswa Pertanian (GEMPA) V. Acara ini diselenggarakan oleh mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Mahasiswa (DEMA). GEMPA merupakan acara pelantikan seluruh Pengurus Harian (PH) DEMA, Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) dan Badan Semi Independen (BSI) yang ada di Fakultas Pertanian. HMJ terdiri dari IMAGRO, KMIT, PERMAHAMI, IMHPT, KMSEP, dan KMIP. Badan Semi Independen terdiri dari beberapa lembaga yaitu Plantagama, Sansekerta, KMMP, BPPM Primordia, PMK, KMK, dan KAB.
GEMPA V merupakan salah satu acara tahunan yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian, dalam hal ini adalah kolaborasi antara DEMA, HMJ dan BSI. Seperti tahun-tahun sebelumnya salah satu sesi wajib pada acara ini adalah pelantikan untuk seluruh PH lembaga di Fakultas Pertanian. GEMPA selalu dikonsep terbuka untuk seluruh civitas akademika, tidak terbatas pada PH-PH saja. Hal tersebut ditujukan agar seluruh civitas akademika mengenal siapa penerus estafet kepemimpinan lembaga-lembaga di Pertanian. Selain itu dengan dikenalkannya PH melalui pelantikan ini diharapkan tanggung jawab yang diemban tidak hanya semata-mata tanggung jawab tetapi juga sebuah titipan dari seluruh masyarakat pertanian.
Konsep Gempa yang Berbeda dari Tahun Sebelumnya
Konsep GEMPA kali ini berbeda dengan tahun lalu. Pada tahun ini, acara tersebut dikemas lebih santai namun mempunyai tujuan konkret. Sedangkan tahun lalu, GEMPA dikemas dengan adanya seminar dari para ahli. “Apabila acara dilakukan dengan seminar-seminar, PH setelah seminar udah habis. Ilmunya nggak dapet,” ungkap Naili, selaku ketua panitia. Acara ini juga mengajak untuk mendiskusikan serta membahas permasalahan pertanian yang ada di Indonesia. Perubahan konsep ini bertujuan adanya aksi yang berkelanjutan dan dibentuk oleh panitia kurang lebih 3 minggu sebelum acara dimulai.
Panitia mengundang kawan-kawan dari Teater Suluh untuk melakukan performing art yang melibatkan mahasiswa Fakultas Pertanian yang tergabung dalam kepanitiaan. Beberapa mahasiwa berperan sebagai Petani, Kontraktor, mahasiswa maupun rakyat biasa. Dalam rangkaian acara tersebut terdapat sebuah gunungan yang kemudian dibakar sebagai bentuk protes adanya kapitalisme produk luar. Dika, salah satu anggota Teater Suluh mengungkapkan, “maksud dari adegan itu untuk mendongkrak mahasiswa pertanian melakukan aksi bukan hanya dimulut.”
Selain performing art, peserta juga diajak berdiskusi dalam Forum Group Discussion (FGD) mengenai solusi konkret untuk memajukan pertanian Indonesia. FGD mengajak diskusi dari seluruh peserta agar mendapatkan solusi untuk perubahan dalam meningkatkan konsumsi pangan lokal. FGD kali ini dipandu oleh Hilda Farida, Budidaya Pertanian 2012. Jalannya FGD dimulai dengan beberapa permainan sederhana, namun sarat akan makna. FGD dikonsep dengan sangat menarik dengan memancing para PH yang kelak akan bertanggung jawab terhadap lembaga-lembaga di Pertanian tentang berbagai macam isu strategis.
FGD Memanas, Peserta Angkat Bicara dan Berlaku Tegas
FGD berjalan lengang pada awalnya, satu per-satu poin-poin mengenai tema perubahan dijabarkan. Poin pertama adalah jika ingin melakukan perubahan perlu adanya cara yang berbeda. Kedua, perubahan yang dilakukan harus sederhana dan mudah dilakukan oleh orang lain. Ketiga, dilakukan dengan tepat dan cepat. Keempat, perlu adanya diskusi dan kesepakatan. Poin-poin yang didapatkan dalam permainan tersebut diharapkan dapat diterapkan oleh para PH dalam lembaganya. Akan tetapi, diskusi tersebut dilakukan terbatas hanya untuk PH sehingga peserta umum (non PH) yang juga hadir merasa bosan karena tidak dilibatkan.
Pada sesi FGD, suasana menegang setelah penyampaian beberapa pendapat dari setiap perwakilan lembaga namun tidak menemukan solusi konkret yang diharapkan. “Kita realistis aja lah. Kita itu tidak bisa terlepas dari gandum. Mungkin di sini kita bisa membuat komitmen untuk mengurangi makan gandum, tapi setelah keluar dari sini kita tidak tahu apa yang akan terjadi,” ujar Dennis, perwakilan dari KMIT. Ketidaksepakatan tersebut disetujui oleh hampir semua lembaga. Sempat terjadi perdebatan yang cukup sengit setelah Hilda melontarkan debatan mengenai alasan yang ia anggap munafik tersebut. Akhirnya setelah melalui proses diskusi yang cukup panjang, akhirnya Dimas Tri Asmara, Sekjend DEMA, mengajak setiap lembaga untuk sepakat dalam melakukan gerakan pangan lokal.
Pelantikan PH, Awal dari Perjalanan Lembaga Fakultas Pertanian
Acara puncak dari GEMPA ini adalah pelantikan PH yang diwakili oleh setiap pimpinan. PH DEMA, HMJ dan BSI dilantik oleh Rudi Hari Murti, Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, dengan mengucapkan sumpah. Setelah prosesi pelantikan, Rudi menyampaikan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai telinga yang lebar, mau menerima masukan dan saran. Acara dilanjutkan dengan FGD yang sempat tertunda.
FGD ditutup dengan penandatanganan deklarasi sebagai kesepakatan oleh seluruh peserta. Deklarasi tersebut terdiri dari tiga poin. Pertama, setiap lembaga bersedia mempromosikan produk-produk lokal di Fakultas Pertanian UGM dan masyarakat luas. Kedua, setiap lembaga bekerjasama mengadakan aksi produk lokal di Fakultas Pertanian UGM dengan membagikan produk lokal kepada civitas akademik. Ketiga, kegiatan di poin 1 dan 2 dikelola dan menjadi tanggung jawab Kewirausahaan Fakultas Pertanian UGM yang terdiri dari DEMA, HMJ dan BSI. Kelak follow up GEMPA ini berupa realisasi kesepakatan-kesepakatan tersebut. Berubah memanglah bukan perkara mudah, apalagi bila tidak dibarengi dengan kesadaran dalam diri sendiri. Melalui hal yang sederhana seperti pangan lokal ini kelak bukan hanya tugas PH lembaga-lembaga di pertanian, tetapi semua orang yang mengaku dirinya mahasiswa pertanian. Status mahasiswa bukan hanya berakhir menjadi status, namun kontribusinya dan kerelaannya untuk tergerak adalah poin utama yang harus dijalankan
Poin penting dari FGD tersebut tentu tidak bisa lepas tentang kedaulatan pangan. Untuk apa kita mengagung-agungkan pangan lokal jika mahasiswa pertanian sendiri masih mengaku tidak menyukainya. Siapa yang mau membela petani kalau bukan mahasiswa-mahasiswa ini? Kalau mahasiswanya sendiri tidak mau sedikit saja berjuang, percuma menggaung-gaungkan kedaulatan pangan melalui pangan lokal.
Reporter: Dzakira, Dinda, Esti
Fotografer: Dinda dan Esti
Redaktur Pelaksana: Iza
Editor: Rizty
Layout: Ari