Festival Memedi Sawah yang diadakan di Desa Wisata Candran, Kebonagung, Imogiri, Kabupaten Bantul DIY, pada Jumat, (30/10/2015) resmi dibuka. Pembukaan Festival Memedi Sawah ini disemarakkan dengan pameran memedi sawah dari peserta lomba yang dipasang disekitar sawah tempat pembukaan festival berlangsung. Festival Memedi Sawah 2015 dibuka oleh Rektor ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, Dr. M. Agus Burhan. Menurut Burhan, memedi sawah adalah suatu alat ataupun suatu hasil perkakas yang dihasilkan dalam aktivitas pertanian. “Ini (red. Memedi sawah) merupakan sebuah kreatifitas kearifan lokal dari kebudayaan pertanian, bagaimana para petani mengembangkan suatu upaya kreatif untuk bisa menjaga tanaman padinya supaya tidak diserang hama burung. Kreatifitas tersebut merupakan suatu kreatifitas yang berbasis pada lokalitas. Oleh karena itu, lahirlah teknologi sederhana yang didalamnya juga mengandung unsur-unsur kreatifitas yaitu memedi sawah.” Jelasnya.
Perintisan Desa Wisata Candran diawali dengan pendirian Museum Tani Jawa yang didirikan oleh Kristya Bintara dengan gotong royong bersama masyarakat desa. Dalam pengembangannya, pengelola desa wisata dibantu oleh Dinas Pariwisata dan Accor Group. Tujuan diadakannya Festival Memedi Sawah itu sendiri adalah untuk mengundang warga dan wisatawan lokal maupun internasional sekaligus sebagai media untuk mengkomunikasikan tradisi budaya tani (nilai-nilai perjuangan petani; jujur, tidak neko-neko, bersyukur, dll) dan budaya lain yang ada di Desa Candran kepada generasi saat ini termasuk generasi muda. Festival Memedi Sawah sudah berlangsung sejak tahun 2008, dan di tahun ini (2015) merupakan gelaran festival yang ke-8. Pemilihan Memedi sawah sebagai ikon Desa Wisata Candran sendiri dikarenakan memedi sawah merupakan tradisi tani yang bisa divisualkan, mempunyai nilai seni, budaya, dan kreatifitas. “Ke depan, tidak menutup kemungkinan akan adanya pengembangan terhadap artefak budaya pertanian lain selain memedi sawah.” Ucap Kristian. Burhan juga menambahkan bahwa memedi sawah tersebut tidak hanya berhenti pada artefak-artefak sederhana sebagaimana yang kita lihat dimasa lalu. “Itu tentu saja bisa dikembangkan dalam kreatifitas terus menerus dengan sentuhan kesenian baik itu kesenian modern maupun kontemporer sekarang.” Pungkasnya. Adapun ciri khas memedi sawah Desa Candran adalah tampilannya yang alami pada pertanian khususnya tani padi, serta orang-orangan sawah yang tidak biasa karena dikreasikan dengan kitiran dan model saat ini. Selain mengunggulkan Memedi Sawah dan Museum Tani Jawa, Desa Candran juga mempunyai kesenian lain, yakni Nini Thowong. Nini Thowong adalah atraksi boneka yang ditarikan oleh ibu-ibu dan diiringi dengan gamelan serta lesung.
Bagi masyarakat Desa Candran, adanya Festival Memedi Sawah ini dapat dijadikan sebagai ladang penghasilan dan kesibukan baru. Masyarakat sangat mendukung festival ini dan berharap acara selanjutnya bisa lebih meriah dan lebih maju agar kehidupan masyarakat desa mengalami peningkatan. Sayangnya, keterlibatan masyarakat dinilai lumayan karena masih ada beberapa yang belum memahami tentang bagaimana memindahkan dari masyarakat tani ke masyarakat pariwisata. “Hanya beberapa yang paham, tetapi pengelola desa wisata terus menginformasikan bahwa Desa Candran layak dijadikan sebagai desa wisata. Melalui festival ini masyarakat juga belajar untuk memenejemen bagaimana menyuguhkan tamu, wisatawan, bule, dll.” Ungkap Kristian. Bagi Karno, masyarakat Desa Candran, festival ini dapat menambah kebahagiaan bagi masyarakat desa, selain itu adanya memedi sawah yang dikreasikan dapat menambah nilai artistik di sawah supaya tidak sepi.
“Salah satu edukator di Museum Tani Jawa, Ariani, sedang mengajak pengunjung Festival untuk berkeliling sembari menjelaskan tentang memedi yang ada di persawahan (30/10).”
Festival Memedi Sawah merupakan magnet yang tentu saja memberikan daya tarik luar biasa bagi Desa Candran maupun Museum Tani Jawa. Salah satunya bisa untuk pengembangan bentuk wisata yang baru sekaligus melengkapi event-event wisata sebelumnya. Bagi Burhan, ini merupakan momentum yang baik dan sangat produktif, Festival Memedi Sawah disamping juga menampilkan kreatifitas-kreatifitas yang berupa memedi memedi sawah, yang sudah dikreasikan juga disertai dengan acara-acara pendukung seperti seminar, lomba memedi sawah, dan lomba tumpeng yang menyertakan berbagai macam kreatifitas kuliner yang ada dalam kekayaan Desa Candran. “Festival Memedi Sawah tidak harus berhenti pada bagaimana kita mengolah memedi sawah itu saja menjadi suatu kreatifitas yang baru tetapi kita bisa menyertakan atau menarik aktivitas-aktivitas pendukung pertanian yang lain untuk bisa kita kembangkan menjadi lebih baik dan lebih modern, dilain pihak kita juga mempertahankan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal yang itu semua bisa mempunyai nilai edukatif maupun nilai yang dikembangkan untuk pariwisata.” Tambahnya.
Meskipun ISI Yogyakarta belum bekerja sama dengan Desa Wisata Candran, pada tahun yang akan datang pengelola desa wisata ingin berkolaborasi dengan ISI Yogyakarta dalam mengembangkan Desa Wisata Candran. Hal ini disambut baik oleh Agus Burhan karena Memedi Sawah ini sangat potensial untuk dikembangkan dan digarap menjadi seni publik yang berbasis pada lingkungan atau environmental art. Hal yang dapat dikembangkan antara lain: berbagai macam potensi artefak pertanian atau memedi sawah baik itu ditampilkan secara massal dalam seni kontemporer atau juga sebagai souvenir untuk bisa mendorong pariwisata pertanian di Desa Candran menjadi lebih baik dan lebih maju. “Sehingga kita dapat menampilkan memedi sawah yang lebih unik, kreatif, dan massal tetapi tidak melupakan lokalitas sebagai sumber yang harus dikembangkan dalam kreativitas environmental art atau seni publik.” Tutupnya.
“Dua buah memedi sawah mengapit spanduk Festival Memedi Sawah 2015 di Desa Candran, Imogiri (30/10).”
Menata Desa Wisata
Seminar dengan tema Pengembangan Desa Wisata Berbasis Pertanian Menuju Desa Wisata Internasional digelar pada Rabu (21/10) di Desa Wisata Candran. Seminar ini merupakan rangkaian dari Festival Memedi Sawah 2015. Dihadiri oleh puluhan pengelola desa wisata di kawasan DIY, seminar ini mendatangkan dua pembiacara yaitu Kepala Bidang Pemasaran dan Kemitraan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bantul, Ni Nyoman Yudiriani, dan Perwakilan Dinas Pariwisata DIY. Keduanya membahas mengenai upaya-upaya yang perlu disiapkan dan atau dilakukan untuk mengelola desa wisata berbasis pertanian berdaya saing internasional.
Ni Nyoman Yudiriani menuturkan dalam presentasinya bahwa, terdapat lima tahap yang harus dilalui dalam mengelola desa wisata, yaitu peran dan komitmen masyarakat, identifikasi dan pengkajian potensi, kelembagaan dan sistem pengelolaan sumber daya, menyusun paket wisata dan pemasaran serta sumber daya manusia yang memadai. Ia juga menyatakan bahwa selama ini desa wisata yang ada di wilayah DIY terkesan memiliki atraksi yang cenderung seragam. Selain itu, muncul pula kesan amenitas padahal desa wisata perlu mempertahankan aspek kelokalan. Dari segi kelembagaan pun desa-desa wisata masih terkesan tradisional. Maka dari itu, ia berpesan supaya ditingkatkan lagi pemahaman mengenai urgensi kelembagaan serta peran dan kepedulian masyarakat.
Puncak Nini Thowong dan Kearifan Lokal
Hari ketiga sekaligus penutupan serangkaian acara Memedi Sawah telah dikemas secara apik membuat antusiasme masyarakat sekitar tinggi. Terlihat jelas dari banyaknya peserta yang hadir dan tingginya respon peserta saat dilakukan interaksi oleh MC acara. Satu hal yang unik disini, peserta yang hadir dibagikan “pentungan” yang selanjutnya digunakan sebagai pengganti respon bertepuk tangan. Acara dihadiri oleh beberapa pihak untuk melakukan sambutan, antara lain ketua acara sekaligus pemilik Museum Tani yaitu Kristya Bintara, kemudian dilanjutkan dengan sambutan sekaligus penutupan Festival Memedi Sawah oleh Kepala Dinas Pariwisata DIY.
Perlombaan yang diusung kali ini antara lain lomba memedi sawah, lomba tumpeng, lomba kuliner olahan berbahan baku tempe dan pisang, dan lomba karya tulis. Jumlah peserta yang diluar ekspektasi membuat panitia dan para pihak penyelenggara semakin antusias dan berharap untuk tetap diadakannya acara ini untuk tahun berikutnya. Hal unik disini lagi adalah setiap pemenang dalam perlombaan kuliner dan lomba tumpeng akan mendapatkan reward berupa beras dengan jumlah yang disesuaikan. Kemudian untuk lomba memedi sawah dan karya tulis sebagai bentuk aspirasi, panitia memberikan sertifikat dan uang tunai. Tema yang diusung untuk lomba karya tulis cukup unik, yaitu “Aku Petani dan Aku Bangga”. Tema ini sengaja diangkat untuk membuat anak-anak lebih peka terhadap pertanian masa kini dan mengerti arti pertanian serta kondisi petani saat ini. Selain itu diharapkan akan membuat anak-anak tak lagi risau untuk terjun menjadi petani ataupun menjadi oranng yang berkecimpung di bidang pertanian kedepannya.
Berbagai lomba yang diadakan pada Festival Memedi Sawah 2015 telah menyisakan para pemenangnya. Lomba yang diadakan yaitu lomba Tumpeng, lomba menulis artikel dan lomba memedi sawah sebagai lomba utamanya. Pengumuman pemenang lomba berlangsung pada saat penutupan festival. Semua lomba telah diambil 7 besar pemenangnya, yaitu juara 1, juara 2, juara 3, harapan 1, harapan 2, harapan 3 dan juara favorit. Bagi para pemenang bisa mendapatkan hadiah yang telah disediakan panitia bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bantul. Total hadiah yang dikeluarkan untuk perlombaan itu sebesar 35 juta rupiah.
”Para pemenang lomba memedi sawah sebagai lomba utama sekaligus menjadi pengumuman penutup pada acara terakhir (2/11).”
Salah satu pemenang lomba memedi sawah yaitu Zamhari beserta timnya sangat senang dan bahagia bisa diberikan kesempatan untuk menang kategori juara 1 dalam perlombaan ini. “Acara Festival dan perlombaan itu sangat bermanfaat bagi warga desa Candran khususnya para petani. ditambah lagi kami selaku tim peserta lomba memedi sawah, bisa terus belajar mengasah kemampuan dan kreatif untuk membuat memedi sawah, terlebih kami sangat senang dapat memenangkan lomba. Memang acara seperti ini baiknya dilaksanakan rutin setiap tahunnya, sehingga akan banyak pemuda-pemuda yang bisa meneruskan dan menjaga karya seni ciptaan petani”, tambah Zamhari selaku ketua tim.
Menurut ketua penyelenggara, Kristya Bintara, dikatakan bahwa memang tujuan awal diadakannya acara ini adalah untuk mewariskan nilai juang petani yang sederhana, jujur, dan apa adanya. Generasi muda bisa belajar lebih banyak mengenai pertanian melalui festival ini agar menjadi pembangun bagi kedaulatan pangan bangsa ini kedepannya. Festival ini sengaja diadakan di Desa Candran karena sejalan dengan tujuan dari desa ini yaitu memajukan pertanian di daerahnya dan menambah daya tarik pengunjung untuk desa ini yang bisa disebut desa wisata saat ini.
Puncak dari acara ini adalah kesenian tradisional Gejog Lesung dan Nini thowong Candran Village. Kesenian ini menampilkan banyak perpaduan dari musik, nyanyian, irama gejogan lesung, serta tarian tradisional. Hal unik dari penutupan kali ini dapat dilihat saat pementasan, terlihat salah satu penari yang terlihat kesurupan, pun karena itu bagian dari pertunjukan. Terlihat penari tersebut memakan sesajen yang disediakan seperti bunga dan sejenisnnya. Penonton yang datang semakin semangat menyaksikannya. Setelah atraksi menarik tadi, acara resmi ditutup dengan adanya rayahan atau berebut orang-orangan sawah yang terbuat dari teh yang disusun sedemikian rupa. Antusiasme yang tinggi membuat teh hasil rayahan tadi habis dalam sekejap saja, sembari menutup festival pada tahun ini dengan euforia yang serba meriah.
“Tari Nini Thowong yang merupakan tari khas tradisional Desa Candran sebagai pertunjukan seni terakhir festival Memedi Sawah (2/11).”