Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) sedang menggelar acara besar, yakni Konferensi Mahasiswa Pertanian Indonesia (KMPI) dengan berbagai rangkaian acara dari tanggal 1 hingga 3 Oktober 2015. Beberapa rangkaian acara KMPI yaitu Seminar Nasional, Konferensi dan PRPN. Seminar Nasional telah dilaksanakan hari Kamis (1/10) lalu bertemakan “Masa Depan Pertanian Nasional Dalam Jeratan Labirin Agraria. Seminar ini turut mengundang beberapa tokoh besar Pertanian untuk menyampaikan seminar, yaitu Ferry Mursyidin Baldan selaku Mentri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Kepala Badan Pertanian Nasional Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Agung Sudaryono sebagai Sekjen Masyarakat Akuakultur Indonesia yang bertugas mewakili Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia, Rokhmin Dahuri yang berhalangan hadir, serta mengundang Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (2007-2012), Henry Saragih.
Permasalahan Pertanian Indonesia: Hutan Asap
Pembicara menyampaikan materi yang berkaitan dengan permasalahan pertanian di Indonesia saat ini. Seperti permasalahan asap kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan yang menjadi polemik hampir setiap tahun, kali ini kebakaran tersebut semakin parah karena menghasilkan asap sangat tebal hingga merugikan masyarakat Indonesia. menteri ATR, Ferry Mursyidin Baldan menyatakan bahwa mentalitas tanggung jawab Indonesia terhadap lahan yang dipinjam oleh perusahaan-perusahaan besar masih kurang sehingga menyebabkan minimnya pengendalian dan pengawasan terhadap lahan yang dipinjam. Namun bukan saat yang tepat untuk mempermasalahkan apakah lahan tersebut terbakar atau dibakar, yang terpenting adalah memikirkan bagaimana mencegah terjadinya kebakaran hutan yang lebih besar dan merugikan di kemudian hari. Lebih lanjut, Ferry menyarankan untuk dilakukan pembatalan perizinan peminjaman lahan hutan untuk perusahaan.
Di sela acara seminar, ditampilkan sebuah video pemantik yang cukup menginspirasi dan menyadarkan peserta seminar tentang bagaimana banyaknya permasalahan yang harus diselesaikan Indonesia dibalik keindahan Indonesia yang kaya dengan Sumberdaya Alam dan sebagainya. Masalah pemenuhan kebutuhan pangan sehingga Indonesia harus melakukan impor pangan dari negara lain, dan permasalahan lainnya. Video pemantik itu sekaligus mengawali penjelasan dari Agung Sudaryono mengenai permasalahan agraris di Indonesia. Menurut Agung, Indonesia masih terjajah oleh asing meskipun dalam konteks yang berbeda. Agung mengungkapkan terdapat 4 pilar neo kolonialisme atau penjajahan baru di Indonesia, yaitu Indonesia sebagai tempat penanaman modal asing, sumber bahan mentah, sumber buruh murah dan tempat pemasaran hasil produksi negara maju. Selama ini Indonesia masih menjadi negara konsumen, bukan negara produsen, misalnya dengan mengadopsi teknologi tanpa menciptakan teknologi dan inovasi baru lainnya sehingga Indonesia menjadi pasar menguntungkan bagi negara-negara produsen. Maka dari itu, saran Agung adalah Indonesia harus maju dari keunggulan komparatif menuju keunggulan kompetitif.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (2007-2012), Henry Saragih turut menguraikan permasalahan Agraria di Indonesia. Kebijakan pertanian global masih perlu ditinjau ulang dan diperbaiki, kurang adanya pemerataan pemenuhan pangan karena ada sebagian masyakat yang mampu memenuhi kebutuhan makannya hingga obesitas sementara masih banyak juga masyarakat yang kelaparan, serta masalah paling krusial adalah berkurangnya petani akibat lahan yang semakin sempit sehingga mengharuskan para petani meninggalkan pekerjaannya. Henry mengatakan, tujuan dari seminar ini adalah untuk menjawab pertanyaan, “Pertanian seperti apa yang harus kita bangun agar tidak merusak alam dan diri kita sendiri?”
Delegasi Mahasiswa Pertanian
Seminar yang berlangsung pukul 07.00-11.45 WIB di Auditorium Hardjono Danoesastro, Fakultas Pertanian UGM ini dihadiri oleh mahasiswa, dosen serta delegasi mahasiswa pertanian dari beberapa universitas di berbagai kota di Indonesia. Para mahasiswa delegasi tersebut terlihat antusias mengikuti seminar hingga selesai. Seperti mahasiswa asal Lampung, Graha Abadi dari Universitas Lampung (UNILA) yang memanfaatkan kesempatan untuk bertanya kepada Ferry Mursyidin Baidan tentang tanggapannya mengenai penggusuran kampong pulo dan apa yang dapat dilakukan oleh mahasiswa dalam mengatasi hal tersebut. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Ferry mengatakan bahwa dapat dilakukan kerjasama atau MOU antara kementrian dengan kongres mahasiswa. Dengan adanya MOU tersebut, mahasiswa dapat member informasi mengenai apa saja yang terjadi di masyarakat.
Meskipun acara seminar belum selesai, Ferry harus meninggalkan Auditorium untuk melanjutkan tugasnya. Sebelum meninggalkan ruangan, mahasiswa delegasi pun diberi kesempatan untuk berfoto bersama Mentri ATR, Ferry Mursyidin Baidan dan petinggi Fakultas Pertanian.
Konferensi dan Aksi Kulon Progo
Konferensi merupakan salah satu rangkaian acara inti dalam KMPI. Konferensi yang dihadiri oleh berbagai delegasi mahasiswa Fakultas Pertanian dari berbagai universitas di seluruh Indonesia ini dilaksanakan di gedung A1, ruang KPTU Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada pada pukul 19.00 hingga pukul 23.00. Delegasi yang hadir dalam acara ini merupakan anggota dari Ikatan Senat Mahasiswa Pertanain Indonesia (ISMPI) maupun Ikatan Badan Eksekutif Mahasiswa Pertanian Indonesia (IBEMPI). Konferensi ini dimoderatori oleh Ikhwan Sapta Nugraha yang merupakan mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum UGM.
Pelaksanaan Konferensi ini merupakan kelanjutan dari seminar nasional yang membahas kasus pembangunan bandara di Kulon Progo yang telah diadakan pada pagi harinya dengan mendatangkan Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan. Ferry mengharapkan adanya MoU antara menteri dengan mahasiswa karena kekritisan mahasiswa dalam menanggapi kasus tersebut. Dalam konferensi ini dipaparkan mengenai berbagai persoalan agraria. Agraria tidak hanya membahas mengenai tanah, namun juga air, bumi, batu bara atau sumber daya alam lainnya.
Prinsip sumber daya agraria yaitu semua kekayaan dimiliki oleh negar mencegah adanya kepemilikan tanah yang berlebih yang kemudian akan dikelola oleh pemerintah. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria juga telah dijelaskan tentang pemerataan sumber daya agraria tetapi pada kenyataannya banyak kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan UU Agraria. Reformasi agraria diharapkan dapat menghapus adanya hak kepemilikan tanah kerajaan atau sultan ground terhadap suatu tanah. Namun, pada pelaksanaannya masih berlaku adanya sultan ground tersebut termasuk di Yogyakarta seperti kepemilikan atas pantai Watu Kodok yang berada di Gunung Kidul. Output dari konferensi ini adalah kegiatan aksi di Kulon Progo yang dilaksanakan keesokan harinya, Jumat (2/10) siang setelah kegiatan Sosialisasi Buku Strategi Induk Pembangunan Pertanian 2015-2016 di Auditorium Hardjono Danoesastro Fakultas Pertanian UGM. Selain menggelar aksi kasus pembangunan bandara di Kulon Progo, konferensi ini juga bertujuan untuk menyatukan antara ISMPI dan IBEMPI yang sebelumnya sempat terdapat jarak diantara keduanya.
Pembangunan Bandara Di Temon, Kulon Progo
Hari kedua KMPI Jum’at (2/10), dibuka dengan Public Hearing yang mendatangkan narasumber dari pemerintah Kabupaten Kulon Progo dan petani Kulon Progo. Kehadiran petani dari Kulon Progo ini mengingat mereka terancam akan digusur karena lahan pertaniannya dialihfungsikan menjadi bandara baru. Sehingga diharapkan dengan adanya Public hearing, pemerintah dapat mendengar secara langsung keluhan dari petani dan dapat membuat solusi pemecahan masalah secara bersama-sama.
Acara tersebut merupakan salah satu rangkaian acara Konferensi Mahasiswa Pertanian Indonesia (KMPI) yang mengangkat tema “Selamatkan Pertanian Indonesia”. Public Hearing ini bertujuan untuk mendengar aspirasi dari pihak-pihak yang bersangkutan dalam kasus rencana pembangunan bandara internasional di daerah Temon, Kulon Progo. Acara yang berlangsung dari pukul 7 pagi hingga pukul 11.45 ini dihadiri oleh berbagai narasumber dari latar belakang yang berbeda. Mulai dari Kepala Bappeda Kulon Progo, Kepala Dinas Pertanian di Kulon Progo selaku wakil dari Bupati Kulon Progo, LSM Dinamika, hingga masyarakat Temon yang notabene terkena dampak langsung jika pembangunan bandara tetap berjalan. Selain itu, hadir pula delegasi dari mahasiswa Fakultas Pertanian dari berbagai daerah di Indonesia.
Terdapat berbagai hal yang disampaikan mengenai rencana pembangunan bandara di Kulon Progo. Pendapat dari setiap narasumber mengenai hal ini pun berbeda. Ada narasumber yang pro terhadap pembangunan bandara, ada narasumber yang menolak dengan tegas, dan ada pula ingin mencari jalan tengah antara pro dan kontra dibangunnya bandara internasional ini. Narasumber yang pro terhadap pembangunan bandara memiliki alasan bahwa pembangunan bandara di Daerah Istimewa Yogyakarta memang diperlukan karena Bandara Adisutjipto sudah tidak bisa diperluas lagi.
Pro dan Kontra dari Berbagai Pihak
Di sisi lain, Martono selaku perwakilan dari masyarakat Kulon Progo memaparkan bahwa sebenarnya masyarakat menolak pembangunan bandara lantaran lahan yang di-plot untuk pembangunan bandara merupakan tanah yang masih produktif dan subur. Martono sangat kecewa dengan keputusan pemerintah daerah yang menyetujui pembangunan bandara di atas lahan subur yang notabene menjadi mata pencaharian utama warga sekitar sebagai petani. Di samping itu, Martono juga sempat berbicara, bahwasannya posisi tanah yang berada di pesisir laut tidak akan bisa menjamin bandara tersebut akan aman dari kemungkinan terburuk yaitu tsunami. Dalam forum ini, Martono juga berharap kepada seluruh mahasiswa pertanian agar memiliki jati diri yang kuat, sehingga bisa melindungi rakyat petani di Indonesia.
“Jangan sampai anak cucu kita ke depan pembangunannya maju tapi semua bahan makanan dan hasil pertanian lain IMPOR!!!” ujar Martono untuk menutup presentasinya.
Pemaparan selanjutnya dilakukan oleh bapak Bambang Suwignyo selaku perwakilan dari LSM Dinamika. Dalam presentasinya, bapak Bambang Suwignyo menjelaskan bahwa selama ini sosialisasi yang dilakukan selama ini hanya sebatas pemberitahuan akan diadakannya proyek di daerah tertentu tanpa memikirkan follow up terhadap masyarakat yang terkena dampak dari proyek tersebut. Bambang Suwignyo juga menjelaskan secara general permasalah lahan di Indonesia yang antara lain adalah bahwa mayoritas petani tidak memiliki lahan untuk kegiatan bertani sehari-hari. Meskipun beberapa petani memilki lahan, nantinya lahan tersebut dapat musnah akibat dampak pembangunan. Selain itu, terdapat 0,2% dari 230 juta penduduk Indonesia yang menguasai 56% aset nasional (lahan) yang notabene hal ini akan memicu adanya kesenjangan.
“Sebenarnya Indonesia memiliki Undang-Undang yang khusus digunakan dalam konteks pertanian yaitu Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), meskipun UUPA sudah dirancang sedemikian rupa, tetap saja masih ada lubang-lubang yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan golongan tertentu. Sejauh ini, UUPA masih kalah dengan kepentingan kehutanan, penanaman modal, pertambangan, dan lain-lain yang masing-masing juga memiliki dasar hukum berupa Undang-undangya sendiri. Oleh sebab itu, UUPA sering tumpang tindih dengan undang-undang tersebut”, ungkap Bambang.
Setelah narasumber selesai dalam memaparkan materi, acara ini dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Dalam sesi tanya jawab ini banyak sekali audience yang sangat menyayangkan sikap pemerintah daerah yang seakan-akan tidak memberi jaminan yang pasti kepada masyarakat yang dirugikan. Salah satu pertanyaan datang dari Handayani yang berasal dari Universitas Bengkulu. “Apakah pemerintah sudah mempertimbangkan pembangunan bandara yang memakan lahan produktif warga ini sesuai dengan usaha pemerintah untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi Asia yang sebentar lagi tiba?”, ujar Handayani mempertanyakan hal tersebut.
Masyarakat daerah yang datang dalam acara ini pun mempertanyakan keberadaan pihak pemerintah daerah yang seakan lepas tanggung jawab sebagai wakil rakyat. Sebenarnya, dalam rencana pembangunan bandara ini terdapat 6 opsi tempat yang dapat dipilih menjadi lahan untuk pembangunan bandara. Akan tetapi jika dilihat dari ulasan beberapa narasumber yang mewakili pemerintah, alasan dari dipilihnya daerah Temon, Kulon Progo sebagai lokasi pembangunan pun masih belum bisa dikatakan jelas. Hal itu disebabkan oleh belum adanya bukti berupa dokumen tertulis yang mudah diakses oleh publik.
Sayangnya, dari diskusi yang dilakukan pada Public Hearing ini belum bisa diambil jalan tengah mengenai pro-kontra pembangunan bandara di Temon. Satu pihak masih kuat untuk membangun bandara karena berbagai alasannya, dan di pihak lainnya menentang pembangunan karena lahan yang akan digunakan merupakan sumber kehidupannya dan keluarganya. Sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian, tentunya para mahasiswa yang hadir di acara ini mendukung petani dan menentang pembangunan bandara di lahan produktif. (laf, aa/zr).
Closing dengan Teatrikal Mahasiswa Pertanian
Panggung rakyat pertanian (PRPN) adalah malam puncak dari serangkaian acara konferensi mahasiswa pertanian (KMPI) 2015 yang di selenggarakan oleh Fakultas Pertanian UGM pada tanggal 3 Oktober 2015. Tujuan dari diadakannya PRPN ini ialah untuk mengilustrasikan masalah pertanian khususnya konversi lahan di Kulon Progo, yang dibawakan dengan ciamik melalui teater yang mengangkat tema “Sorot Panggung Realita Pertanian Indonesia” menjadi kekuatan dalam PRPN ini. Sebagai pembuka PRPN, penonton disuguhkan dengan hiburan dari Sansekerta (sanggar seni fakultas pertanian UGM) dan perkusi IKMJ (Ikatan Mahasiswa Jember). Hasta, ketua panitia dari PRPN menjelaskan sasaran utama dari PRPN ini ialah 12 delegasi universitas dari seluruh Indonesia yang memiliki Fakultas Pertanian, namun acara ini tetap dibuka untuk umum sehingga bukan Fakultas Pertanian pun bisa ikut menonton.
Acara ini dapat dikatakan berhasil dalam menyampaikan tujuannya kepada penonton karena banyak penonton dalam hal ini mahasiswa, yang antusias dan merasa mendapat pesan yang diilustrasikan melalui teater. Banyak mahasiswa yang sangat menikmati pertunjukan yang menjadi salah satu dari serangkaian acara KMPI tersebut. Farel dan Hosi contohnya, mereka merupakan salah satu mahasiswa baru yang sangat tertarik dengan teater yang ditampilkan di Auditorium Fakultas Pertanian tersebut. Sebelumnya, mereka tidak begitu paham dengan masalah yang diangkat pada tema PRPN karena mereka mahasiswa baru dan bukan berasal dari Yogyakarta. Setelah melihat ilustrasi menarik yang digambarkan pada teater, mereka langsung paham dan dapat menangkap pesan dengan baik. “Kita sebagai agent of change harus tegas dalam menentang hal yang salah, jelas kita kurang setuju dengan pembangunan bandara di Kulon Progo tersebut jika harus menghilangkan sumber hidup petani disana”. Tutur Farel.
Tidak hanya Farel dan Hosi, Atif Andrian Mahasiswa HPT 2012 memberi tanggapan yang sama bahwa PRPN ini sangat bagus dan inspiratif. Walaupun terdapat beberapa fasilitas yang kurang, ia merasa bahwa kekurangan tersebut tidak dirasa karena ia sebagai penonton sangat menikmati karakter yang dibawakan oleh pemain teater. Atif sebagai mahasiswa yang sudah lama menekuni bidang pertanian ini paham dengan masalah yang dibawakan oleh PRPN. Menurutnya, ia tidak setuju dengan pembangunan bandara tersebut karena menurutnya Gunung Kidul jauh lebih cocok untuk dibangun bandara. Di sana jauh lebih luas, objek wisatanya banyak, dan lahannya kurang bagus jika dibandingkan dengan Kulon Progo. Ia berharap, melalui serangkaian acara KMPI ini, pertanian Indonesia menjadi lebih kuat dalam menyatukan gagasan dan ketahanan pangan di Indonesia.
Bagi para pemain teater mereka bekerja sama dengan baik dan latihan yang rutin guna menciptakan karakter membangun chemistry yang pas sehingga mampu menyampaikan pesan kepada penonton dengan cara yang lebih menarik. Seperti yang di ungkapkan Ridho Gunawan (Sosek 2014), salah satu pemain dalam teater PRPN. Bahwa keinginan untuk bergabung menjadi salah satu pemain dalam teater ini adalah ingin berperan dalam membuka mata kita semua akan konflik agraria yang semakin parah. Dengan harapan bahwa semua yang menyaksikan pertunjukan teater itu paham bahwa kita harus mempertegas agraria itu seperti apa. “Jangan mau dibodohi secara kita berada di pihak rakyat bukan pemerintah. saya jelas tidak setuju dengan pembangunan bandara ini, secara program studi kita tak akan membiarkan petani itu mati karena kehilangan lahannya”. Ungkap Ridho. Jadi inti dari PRPN ini adalah hiburan yang menyelipkan nilai-nilai kepedulian dan kepekaan kepada penontonnya, bahwa pertanian indonesia itu seperti ini, dan apa yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu guna menyejahterakan pertanian?.