Sidang menyangkut pengalihan aset oleh Dosen Fakultas Pertanian UGM kembali dilanjutkan di Pengadilan TIPIKOR Yogyakarta pada Jumat (12/5) dengan agenda Duplik atas Replik yang diajukan Penuntut Umum (PU) pada Jumat lalu. Duplik merupakan tanggapan atas Replik, sedangkan Replik adalah tanggapan atas Pledooi atau pembelaan Penasihat Hukum. Dalam Repliknya, PU tetap pada tuntutannya yang telah disampaikan pada Jumat sebelumnya (24/4). Menanggapi Replik dari PU, Penasehat Hukum (PH) terdakwa, Agustinus Hutajulu, Dwi Wahyu Prapto Wibowo, Aryo Saloko, dan Suwardi. Membuat Duplik yang secara garis besar berisi tiga poin.
Poin pertama, PH terdakwa mempertanyakan perihal Ahli yang didatangkan dipersidangan oleh PU. Menurut PH, Ahli yang didatangkan hanya satu Ahli saja dan Ahli tersebut tidak memahami tentang buku papriksan yang dijadikan sebagai barang bukti karena belum pernah melihat. Selain itu Ahli juga kurang memahami tentang Perda No. 5, No. 11, No. 12 tahun 1954 yaitu peraturan tentang pertanahan di Yogyakarta yang berlaku sebelum UUPA. PH juga mempertanyakan mengapa PU tidak meminta pendapat kepada Ahli yayasan, sehingga dapat lebih memahami hukum-hukum yang mengatur yayasan.
Poin kedua. pasal yang digunakan oleh PU sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi sehingga sudah tidak berlaku lagi. Menurut PH mengutip dari diktum putusan MK nomor 65/PUU-VIII/2010 tanggal 02 Agustus 2011 yang di dalamnya disebutkan bahwa bunyi Pasal 1 butir 27 KUHAP bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945. Pasal 1 butir 27 yang berbunyi “orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri” digunakan oleh PU terkait dengan keterangan yang diberikan oleh Saksi Prof. Dr. Bambang Hadisutrisno, Saksi Prof. Dr. Ir. Sri Widodo, Saksi Prof. Dr. Ir. Soemartono, Saksi Dipayana, Saksi Heri Handoyo, Saksi Tentrem Raharjo, dan Saksi Kholil. PU menggunakan Pasal 1 butir 27 KUHAP tersebut untuk mengesampingkan keterangan-keterangan saksi yang diajukan oleh terdakwa tersebut, namun PU menerima pernyataan Saksi dalam Surat Tuntutan PU yang menyatakan bahwa “atas permintaan Terdakwa II Toekidjo melalui alm Suwarno (Mantan Lurah) maka nama ‘UGM Fakultas Pertanian/Kehutanan YK’ diganti/ditempeli dengan tulisan ‘Yayasan Pembina’”. PH mempertanyakan apakah Saksi tersebut melihat sendiri, mendengar sendiri Sdr. Toekidjo melakukan apa yang PU anggap terbukti tersebut.
Poin ketiga, tanah yang dikuasai Universitas Gadjah Mada yang dicatat dalam Daftar Barang Inventaris Milik Negara, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Kotagede, Yogyakarta tertulis pada tahun 1982 oleh R. Moch. Badjuri, SH. adalah hak pakai, sedangkan yang menjadi milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM yang dijakdikan objek perkara berstatus hak milik perseorangan sehingga objek tanah tersebut berbeda, selain itu UGM tidak dimungkinkan mempunyai tanah dengan status hak milik.
Berdasarkan tanggapan yang diberikan oleh tim PH terdakwa, PH meminta kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan putusan: membebaskan para Terdakwa dari segala dakwaan karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan perbuatan yang disebutkan dalam dakwaan PU, memulihkan hak, harkat serta martabat Terdakwa, meminta barang bukti agar dikembalikan pada si Tersita dan atau yang berhak, dan membebankan biaya perkara kepada negara. Sidang dengan agenda putusan hakim akan dilangsungkan di lokasi yang sama pada Rabu (20/5). (EZH)
Para dosen dan karyawan Fakultas Pertanian UGM menghadiri dan menyimak jalannya persidangan (12/5).