Saksi Wisnu (PT. Getrindo) sedang dimintai keterangan
Sidang lanjutan dugaan tindak pidana korupsi aset tanah UGM berlangsung di Pengadilan Tipikor Yogyakarta pada Selasa 13 Januari 2015. Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Direktur PT. Gema Cipta Atrindo (PT. Getrindo) Wisnu dan notaris PPAT Enarwanto, SH., sebagai saksi. Saksi yang dimintai keterangan pertama adalah Wisnu (Direktur PT. Getrindo) terkait dengan tanah persil 41 dan 42 yang terletak di Desa Plumbon Banguntapan Bantul yang dibeli saksi dari Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM senilai Rp 2.087.999.000. Menurut keterangan saksi, pembayaran dilakukan dengan cara transfer dan dibayarkan secara bertahap. Sebelum proses jual beli tanah, saksi meminta bantuan notaris untuk membuat draf perikatan jual beli, kemudian surat perikatan jual beli dibuat oleh pihak notaris setelah terjadi kesepakatan jual beli tanah tetapi pembayaran belum lunas. Menurut keterangan saksi, pelunasan dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2006, namun hakim menemukan kejanggalan karena tanggal 07 Juli 2006 sebelum pembayaran lunas, saksi sudah memperoleh surat hak atas tanah. Menanggapi pertanyaan hakim tersebut, saksi mengaku tidak ingat penyebabnya. Salah satu terdakwa Ir. Ken Suratiyah, MS yang merupakan panitia penjualan tanah tersebut angkat bicara. Menurut Ir. Ken Suratiyah, MS, hak atas tanah diterbitkan lebih awal (sebelum lunas) karena pihak pembeli mendesak untuk segera diterbitkan surat hak atas tanah, pembeli membutuhkan surat tersebut untuk segera memulai mendirikan bangunan di tanah yang sudah dibeli tersebut.
Status kepemilikan tanah tersebut diakui oleh saksi sebagai milik Yayasan pembina Fakultas Pertanian UGM. Ia meyakini status kepemilikan tanah tersebut karena adanya Letter C Desa dan surat kuasa penjualan lahan dari Kelurahan Banguntapan. Mengenai perbedaan nama kepemilikan antara Letter C dan Buku Papriksan, saksi mengaku tidak tahu karena proses jual beli dan pembuatan sertifikat tanah diserahkan sepenuhnya kepada pihak notaris. Dilain pihak, saksi juga menjadi pihak tergugat di Pengadilan Negeri Bantul terkait kasus perdata, namun sertifikat saksi mengenai kasus tersebut dinyatakan bersih.
Keterangan selanjutnya diberikan oleh saksi kedua yang merupakan notaris yang mengurus jual beli tanah antara panitia penjualan tanah yang diketuai Ir. Ken Suratiyah, MS dengan saksi sebelumnya (Wisnu dari PT. Getrindo). Ernawanto, S.H. yang menjadi notaris sejak 1998 mengaku telah membuatkan surat perikatan jual beli tanah persil 41 dan persil 42 atas permohonan pembeli (Wisnu). Sertifikat jual beli diterbitkan oleh BPN karena jual beli terjadi antara Yayasan Pembina Fakultas Pertanian UGM dan PT Getrindo. Saksi tidak tahu jika ada perbedaan ukuran luas tanah yang tertulis dalam sertifikat jual beli yang diterbitkan BPN dan Letter C desa, dalam sertifikat luas tanah persil 41 dan 42 total adalah 4.175 m2 sedangkan dalam Letter C adalah 4.073 m2. Saksi menjelaskan bahwa luas tanah yang diperjualbelikan sudah tercantum dalam Letter C dan Letter C beserta isinya adalah wewenang pemerintah desa setempat dan saksi tidak punya hak untuk mengubah isi Letter C tersebut. Keterangan saksi tersebut menjelaskan pertanyaan hakim tentang bagaimana saksi selaku notaris tidak tahu adanya perbedaan luas tanah antara dokumen kepemilikan (Letter C) dan sertifikat yang dikeluarkan BPN.
Selain itu, saksi juga ditanya mengenai adanya perbedaan nama subjek yang tertera dalam Buku Papriksan dan Letter C, saksi menjawab tidak tahu. Menurut hakim, saksi merupakan notaris yang dimintai tolong oleh penjual tanah (Yayasan-red) dan pembeli (Wisnu PT. Getrindo-red) agar proses jual beli tanah lancar, tetapi saksi tidak menelusuri dokumen-dokumen terkait dengan teliti. Saksi menjawab pernyaataan hakim tersebut bahwa saat membuatkan akta tanah, dokumen-dokumen tersebut tidak ada masalah.
Reporter : Ima, Sandy, Ria
Editor : Ezha