Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi penjualan tanah oleh dosen-dosen Fakultas Pertanian UGM pada Selasa (30/12) pagi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Daerah Istimewa Yogyakarta kembali menghadirkan saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Suratman (56), Sekretaris Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Aset UGM merupakan saksi kelima yang dihadirkan oleh JPU. Suratman menuturkan bahwa tanah persil 180 adalah milik UGM, bukan milik Yayasan Fapertagama. Ia turut menyertakan bukti berupa tiga bendel berita acara yang menyatakan bahwa UGM memiliki tanah yang saat ini sedang dipermasalahkan tersebut.
Saat ketiga bendel berita acara tersebut ditunjukkan ke hadapan Hakim dan disaksikan oleh seluruh komponen persidangan, kuasa hukum terdakwa Agustinus Hutajulu menemukan kejanggalan dalam berita acara yang dibawa Suratman. Akibatnya terjadi perdebatan kecil di hadapan Hakim.
Menurut Hutajulu, terdapat tiga hal yang membuat berita acara ini tidak kuat untuk dijadikan bukti. Pertama, berita acara masih berupa blangko. Masih terdapat banyak keterangan yang belum terisi, diantaranya hari, tanggal, tanda tangan dan nama anggota komisi. Sehingga diputuskan hakim bahwa berkas tersebut hanyalah blangko formulir. Berita acara tersebut hanya diisi di bagian tahun, yaitu tertulis angka 1966. Kedua, dalam berkas yang disebut berita acara oleh saksi tersebut, tercantum nama Ir. Purbodiningrat sebagai ketua panitia Gedung Universitas Gadjah Mada. Padahal berdasarkan buku Sejarah Fakultas Teknik, Ir. Purbodiningrat sudah meninggal pada Rabu, 6 Mei 1964 dan disemayamkan di makam Kagungan Dalem Hastorenggo. Hal ini menunjukkan adanya ketidakrelevanan dalam penulisan tahun berita acara tersebut. Ketiga, dalam berkas tersebut terdapat pernyataan berdasar pada Rijksblad Kesultanan Jogjakarta tahun 1918 pasal 10 ayat 1. Padahal Rijksblad Van Jogjakarta tahun 1918 yang isi aslinya berbahasa Belanda, hanya berisi 3 bab tanpa pasal-pasal ataupun ayat-ayat. Informasi ini didapat dari salinan Rijksblad Van Jogjakarta yang diterbitkan oleh Biro Organisasi dan Tatalaksana Setwilda Daerah Istimewa Yogyakarta.
Suratman (saksi) berdialog dengan Kuasa Hukum terdakwa, Hutajulu, dihadapan Hakim saat pemeriksaan barang bukti berupa blangko berita acara (30/12).
Kejanggalan atas kesaksian Suratman juga ditemukan saat Hutajulu mencermati Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi yang tertanggal 1 April 2014. Setelah ditanyakan kepada saksi apakah benar saksi menjawab seperti yang tertulis dalam BAP Saksi, ternyata saksi menjawab bahwa BAP tersebut bukan dari ucapannya sendiri, melainkan kesimpulan pribadi penyidik yang bernama Sunarwan berdasarkan dokumen-dokumen yang dibawanya dan saksi hanya diminta untuk tanda tangan. “Penyidik mencatat berita acara pemeriksaan tentang apa yang dijelaskan oleh terperiksa, bukan mengarang cerita lalu ditandatangani oleh terperiksa. Biarkan masyarakat yang menilai”, ucap Hutajulu seusai sidang.
Berlawanan dengan Rektor UGM dan Kemendikbud
Kesaksian Suratman ternyata berlawanan dengan pernyataan UGM melalui Surat Keputusan (SK) yang dikeluarkan dua kali. Kedua SK tersebut dikeluarkan oleh Rektor yang berbeda. SK pertama adalah SK Nomor: 2964/J01/LK.03.01/2000 tertanggal 21 Juni 2000 dan ditandatangani oleh Rektor UGM saat itu, Prof. Dr. Ichlasul Amal, M.A. yang menyatakan bahwa tanah persil 180 di Desa Banguntapan adalah milik Yayasan Pembina Fakultas Pertanian (yang sekarang bernama Yayasan Fapertagama) sejak tahun 1963. Sedangkan SK kedua dikeluarkan pada 26 Juli 2014 dan ditandatangani oleh Rektor UGM saat itu, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc perihal tanggapan permohonan penjelasan aset tanah di Desa Banguntapan yang menyatakan bahwa tanah tersebut tidak tercatat sebagai aset UGM.
Pernyataan bahwa tanah di Dusun Plumbon adalah bukan milik negara, yang dalam hal ini adalah UGM, diperkuat dengan surat pernyataan tertanggal 21 Agustus 2014 yang dikeluarkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Surat tersebut menyatakan bahwa tanah yang sedang diperkarakan tidak tercatat baik pada neraca Simak BMN maupun pada laporan kompilasi data Simantap Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Saksi Cabut Bukti
Menyadari bahwa dirinya bersaksi dibawah sumpah, Suratman akhirnya mencabut bukti-bukti yang ia bawa pada persidangan Rabu (30/12) kemarin. Hal ini berkaitan dengan temuan kuasa hukum terdakwa atas kejanggalan pada bukti-bukti berupa tiga bendel berita acara sehingga tidak kuat untuk dijadikan bukti. Hakim pun menyatakan bahwa berkas tersebut tidak kuat untuk dijadikan bukti.
Selanjutnya hakim menyatakan persidangan ditunda dan akan dilanjutkan kembali pada tanggal 6 Januari 2015 di Pengadilan Tipikor Daerah Istimewa Yogyakarta.
Reporter: Dzaky, Jito, Ezha. Fotografer: Kharisma. Editor: Ima