Polemik di dunia Pertanian tidak ada habis nya. Masalah import yang hingga sekarang masih terbuka lebar, penguasaan lahan oleh usaha property, pembangunan, dan industri yang terus berkembang, serta kesejahteraan petani yang belum tercapai di titik optimal. Dari beberapa problematika yang disebutkan tadi, masalah kedaulatan pangan yang sekarang sering dibahas oleh Mahasiswa Fakultas Pertanian menjadi topik terhangat di kalangan civitas akademika. Tetapi, hal yang cukup disayangkan adalah pemerintah sebagai kunci kebijakan tidak memberi perhatian khusus tentang kedaulatan pangan. Hal ini sesuai dengan UU No.18 Tahun 2012 yang lebih menyoroti di bidang ketahanan pangan.
Seperti yang telah diketahui, ketahanan pangan dan kedaulatan pangan memiliki makna yang berbeda. Keedaulatan pangan sendiri memiliki arti merdeka dalam hal pangan tanpa campur tangan dari negara-negara lain. Berbeda dengan ketahanan pangan yang hanya menyoroti pangan sebagai kebutuhan utama tetapi mengesampingkan tentang kemandirian bangsa. Dirunut dari beberapa hal, pertanian di Indonesia lebih maju sebelum Revolusi Hijau. Ketika Revolusi Hijau belum terbentuk, pangan di Indonesia sangat melimpah dan tanpa embel-embel kepentingan pihak asing yang ingin memasukkan bahan pangan ke Indonesia seperti yang terjadi sekarang.
Megahnya Pertanian Kita di Masa Lalu
Kalimat tersebut pantas diucapkan ketika kita menengok ke belakang pada kondisi pertanian pada waktu Presiden Soeharto berkuasa. Seperti yang dikatakan tadi, Revolusi Hijau memiliki dampak yang luar biasa pada bidang Pertanian khususnya petani sebagai pelaku utama. Revolusi Hijau yang berdalil memajukan pertanian dengan swasembada pangan sepertinya tidak benar-benar terjadi. Hal ini terbukti pada masa sekarang Indonesia membuka pintu import besar-besaran untuk mencukupi kebutuhan pangan di Indonesia yang sebenarnya bisa tercukupi dan dikelola sendiri apabila petani diberikan lahan, tutur Marzuki ( Ketua SPI Yogyakarta). Revolusi Hijau di negara kita lebih dikenal dengan Bimbingan Masyarakat. Sebelum Revolusi Hijau, petani diberi kebebasan dalam mengelola pertanian nya sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah. Kemandirian petani pada zaman tersebut luar biasa maju bila dibandingkan sekarang yang masih banyak tergantung dengan pemerintah. Dilihat dari beberapa kondisi tadi, pemerintah tidak berpihak sama sekali dengan petani.
Proktesi oleh pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi masalah import yang akhir-akhir ini masih sering menjadi solusi utama untuk menangani krisis pangan di Indonesia. Secara tidak langsung, ada nya proteksi sangat menguntungkan petani dalam negeri. Sebenarnya, langkah pemerintah sudah mulai menunjukkan keberpihakan kepada petani. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya judicial review mengenai petani dibebaskan mengembangkan varietas baru, dimana sebelumnya petani dilarang mengembangkan varietasnya sendiri. Tetapi, apabila pemerintah masih dan terus akan mengimport benih dan bahan pangan, angin segar itu hanya sia-sia belaka. Dengan masuknya benih dan bahan pangan luar, jelas akan mengancam produk dalam negeri.
Keperpihakan kepada petani
Hal itu patut dipertanyankan. Apakah pemerintah berpihak kepada petani ?. Ketika zaman Soeharto, petani sangat mandiri dan tidak tergantung kepada pemerintah. Kebebasan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani membuat pertanian waktu itu benar-benar maju. Sebaliknya, sekarang pertanian Indonesia sedang dalam masa terpuruk. Padahal pemerintah peduli terhadap petani. Sayangnya, kepedulian dari pemerintah hanya menjerumuskan petani. Lihat saja ketika pemerintah memberikan bantuan pupuk dan benih dimana benih dan pupuk tersebut titipan dari pihak-pihak yang tidak berkepentingan yang belum teruji kualitasnya. Hal tersebut jelas merugikan petani. Selain pemerintah, perguruan tinggi juga memiliki peran penting dalam kesejahteraan petani dan kedaulatan pangan. Lagi-lagi, hal tersebut belum terwujud di Indonesia, jelasnya.
Di zaman globalisasi saat ini, inovasi pertanian organik sekarang menjadi trend di dunia bisnis. Tentunya pertanian organik merupakan hal positif bagi konsumen. Tetapi dimata Marzuki, pertanian organik sangat menguntungkan pihak-pihak asing. Misalnya, benih organik yang hingga saat ini masih import. Miris, kata tersebut pantas diucapkan apabila mendengar berita tersebut. Begitu mudahnya Indonesia terjajah oleh bangsa luar demi kepentingan pihak-pihak tertentu. Melihat kondisi pertanian Indonesia tidak menunjukkan kemajuan, kita sebagai mahasiswa dan calon sarjana pertanian memiliki peran besar dalam memajukan pertanian Indonesia yang berdaulat. (dns-prim)